KISARAN | SUMUT24
Serikat Kesejahteraan Masyarakat Penarik Becak (SKMPB) Asahan memberikan santunan kepada Tiara Natasya (7), seorang penderita Atresia ani (tanpa anus).
Santunan yang diberikan berupa akomodasi dan uang tunai dikutip dari 230 anggota SKMPB . Selain santunan, SKMPB juga memberikan advokasi kepada Natasya warga Jalan Diponegoro Kisaran ini agar pemerintah melalui Dinas Sosial dapat membantu biaya pengobatan.
Ketua SKMPB Asahan, Abdul Khalik Harahap kepada SUMUT24, Rabu (3/2) di sekretariat SKMPB Jalan Teuku Umar Kisaran saat pelepasan keberangkatan Natasya menjalani operasi di RS H Adam Malik Medan, mengatakan ini bentuk kepedulian SKMPB (tukang becak) kepada Natasya,
“Kami memang miskin, tapi masih diberikan kesehatan oleh yang kuasa. Setelah mendapatkan kabar kesulitan orang tua Natasya untuk membawa anaknya yang menderita Atresia ani (tanpa anus) dari beberapa media cetak terbitan Medan, kami langsung menggalang dana dan meminta bantuan kepada pemerintah agar membantu Natasya selama masa pengobatan,” ucapnya.
Khalik mengaku merasa prihatin atas nasib malang yang menimpa siswi kelas 1 Sekolah Dasar tersebut karena harus menerima penyakit sejak lahir. Hal tersebut diperparah dengan ketidakmampuan orang tua untuk membiayai pengobatan putri semata wayangnya itu.
“Kita turut prihatinlah, dan ini, hanya membantu meringankan beban mereka, sekaligus memberikan contoh nyata, sehingga pemangku kebijakan dapat lebih tanggap untuk melakukan hal yang sama kepada masyarakat,” ucapnya.
Lanjut Khalik, pemerintah melalui Dinsos harus cepat tanggap jika masyarakat membutuhkan bantuan. Dia menyesalkan sikap pemerintah yang menolak permohonan bantuan yang diajukan oleh orang tua Natasya beberapa waktu yang lalu. “ Harusnya pemerintah cepat tanggap, padahal masalah ini sudah berungkali diberitakan di koran,” tegasnya.
Muhammad Hanafi, orangtua Natasya mengucapkan puji syukur dan terimakasih atas bantuan yang diberikan oleh para tukang becak tersebut. Dia menilai, meskipun tukang becak rata rata berada di tengah kesulitan ekonomi, masih peduli dan menyisihkan sebahagian rezekinya untuk mengurangi beban orang lain. “Tak sangka saya, bantuan justru datang dari orang yang susah,” tuturnya.
Hanafi mengatakan bahwa putrinya Natasya, lahir tanpa anus dan telah menjalani operasi pembuatan kolostomi (lubang buatan) pada dinding abdomen (perut) untuk mengeluarkan feses (kotoran). ketika berusia 1,8 tahun. Dokter memberi saran untuk pembuatan anoplasty (lubang anus buatan) 10 bulan kemudian.
Namun, akibat keterbatasan dana, khususnya biaya hidup saat merawat di Medan, operasi tahap selanjutnya tidak dapat dilakukan. “Kalau masalah biaya operasi kan sudah ditanggung pemerintah melalui KIS (kartu Indonesia Sehat), namun kami tak punya biaya hidup selama proses pengobatan, soalnya, operasi harus dilakukan di Medan,” jelasnya.
Hanafi yang telah berpisah dari ibu kandung Natasya, Wiwi, mengatakan bahwa sebelumnya telah berupaya untuk meminta bantuan kepada masyarakat maupun instansi pemerintahan. Menurutnya, upaya tersebut malah mendapatkan cemoohan seolah olah memanfaatkan keadaan atau mengada ada.“Tapi syukurlah bang, setelah lima tahun menunggu, hari ini, kami bisa membawa Natasya untuk melanjutkan Operasi lanjutan setelah diadvokasi oleh SKMPB, sekali lagi saya bersyukur atas rahmat yang diberikan Allah, atas kemurahan hati abang abang becak yang telah menyisihkan rezekinya buat anak,” ucap Hanafi dengan mata yang berkaca kaca. (teci)