sumut24.co -Puluhan juru parkir ( jukir) di Kota Medan menolak adanya sistem parkir berlangganan yang telah mengurangi pendapatan mereka.Hal tersebut disampaikan para jukir saat mengelar aksi unjuk rasa, Senin (29/7) di Gedung DPRD Kota Medan."Kami juga dipaksa untuk menjual stiker parkir berlangganan. Tapi ketika ditanya gaji pihak Dishub Kota Medan tidak memberikan jawaban. Dan ada rekan kami saat menerima yang awalnya dijanjikan Rp 2, 2 juta tapi malah dipotong menjadi Rp 1,9 juta ," kata para jukir saat orasi.Kalangan jukir juga meminta agar parkir berlangganan dapat disikapi, karena telah menimbulkan keresahan tidak hanya jukir tapi masyarakat.
Aksi massa ini diterima, Anggota DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak dan Rudiyanto Simangunsung."Untuk parkir berlangganan ini kami di Komisi IV DPRD Medan belum lama ini sudah kami bahas, tapi sangat kami sayangkan Iswar Lubis sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan tidak hadir ," ucap Rudiyanto yang merupakan anggota Komisi IV DPRD Medan.Memang diakuinya, sistem parkir berlangganan juga telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Karena masyarakat di luar Kota Medan tidak bisa parkir dengan alasan tidak ada stiker berlangganan yang berujung kepada keributan. "Bagaimana jika warga Medan parkir di Aceh nantinya dilarang. Ini jelas negara dalam negara ," ucap Paul.Politisi PDI Perjuangan itu, berharap agar parkir berlangganan tersebut harus segera dievaluasi."Pemko Medan melalui saudara Wali Kota Medan apakah tidak kasihan kepada rakyatnya.Sekarang imbas parkir berlangganan sudah membuat kegaduhan harusnya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu ," kata Paul.Sementara Rudiyanto menyatakan, bahwa persoalan parkir berlangganan tersebut sudan menimbulkan keributan bagi kalangan jukir dan masyarakat."Persoalan bisa diselesaikan dengan kepala dingin.
Jukir yang katanya mau digaji Rp 2,5 juta harus benar dan sebaiknya direkrut jukir yang sudah ada. Bukan malah mengambil jukir baru," katanya.Wali Kota Medan dan Pemko Medan harus membatalkan kebijakan parkir berlangganan yang hanya berdasarkan Peraturan Walikota (Perwal) saja. "Sosialisasi dulu ke masyarakat di lapangan bukan hanya ke Medsos saja. Perwal itu juga tidak berdasarkan Perda yang harusnya direvisi terlebib dahulu dengan persetujuan Pemko dan DPRD Kota Medan," tegasnya.
Aksi massa ini akhirnya membubarkan diri dan melanjutkan aksi ke Pemko Medan. (R02)