Tapsel | Sumut24.co
Adnan Buyung Lubis, SH, Penasehat Hukum Bakal Calon (Balon) Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dari jalur perseorangan, menegaskan bahwa pelanggaran tindak pidana dalam Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota merupakan wewenang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal ini mengacu pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang-undang ini mengatur pelanggaran pemilihan dan bukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Dalam hukum,yang harus dipahami dan lebih dikenal asas 'Lex specialis', yang berarti aturan khusus mengesampingkan aturan umum. Karena Pemilihan Kepala Daerah diatur oleh Undang-undang khusus, yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, maka segala pelanggaran harus mengacu pada undang-undang tersebut," kata Buyung kepada wartawan, Minggu (4/8/2024).
Buyung Lubis menjelaskan, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP, "Jika suatu perbuatan diatur dalam aturan pidana umum dan khusus, maka aturan khusus yang diterapkan." Dalam hal penanganan pelanggaran pemilihan, baik administratif, kode etik, maupun tindak pidana, telah diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum.
"Artinya, semua pelanggaran dalam pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota harus terlebih dahulu ditangani oleh Bawaslu melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu) dan tidak boleh langsung dilaporkan ke polisi. Gakumdu melibatkan pihak kepolisian, jaksa, dan Bawaslu yang menangani pelanggaran, terutama tindak pidana pemilihan," tambahnya.
Terkait laporan Mara Uten Tanjung tentang dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP, yang saat ini diproses oleh Subdit I Kamneg Dirkrimum Polda Sumut berdasarkan Laporan Polisi: LP/224/VI/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT tanggal 25 Juni 2024, Buyung menilai seharusnya laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Sebab, laporan Mara Uten Tanjung terkait dugaan pemalsuan dokumen syarat dukungan calon bupati dan wakil bupati telah memasuki tahapan pemilihan. Aturan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, bukan Pasal 263 (1) dan (2) KUHP.
"Seharusnya, pelapor melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Bawaslu Tapsel, bukan ke Polres Tapsel atau Polda Sumut. Laporan ke Bawaslu harus dilakukan dalam waktu 7 hari setelah ditemukan dugaan tindak pidana pemilihan, jika melewati batas waktu tersebut, laporan dikategorikan kedaluarsa," jelas Buyung.
Sementara itu, terkait Pengaduan Masyarakat atas nama Armen Sanusi Harahap dkk, yang menjadi dasar penyidik Polda Sumut untuk meminta keterangan dari saksi-saksi, Buyung mengatakan bahwa aduan tersebut telah diproses oleh Bawaslu Kabupaten Tapanuli Selatan dan dihentikan pada 2 Juli 2024, sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Status Laporan Bawaslu Kabupaten Tapanuli Selatan terkait register 01/Reg/LP/PB/Kabid/02.24/VI/2024.
Buyung juga menyebutkan bahwa dokumen syarat dukungan calon bupati atas nama pelapor Marauten Tanjung dinyatakan tidak memenuhi syarat setelah verifikasi administrasi pertama oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan demikian, tidak ada alasan hukum yang mendasari keberatan Marauten Tanjung karena tidak ada kerugian yang dialaminya.
Meskipun analisis Buyung menunjukkan demikian, terkait laporan tindak pidana pemilihan, pihaknya menghormati proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Sumut. "Saya yakin, penyidik Subdit I Kamneg Dirkrimum Polda Sumut yang menangani laporan dan pengaduan tersebut tidak gegabah dan sudah memahami kewenangan dalam penanganan tindak pidana pemilihan bupati Tapsel. Kita tunggu saja prosesnya," tuturnya.