JAKARTA | SUMUT24
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas PDIP menyentil BUMN. Apakah ini berarti PDIP menginginkan adanya reshuffle untuk Menteri BUMN Rini Soemarno?
“Apa yang disampaikan Ibu Mega sebagai Ketum partai sudah terbuka, sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi,” ungkap Ketua DPP PDIP Pramono Anung di lokasi Rakernas PDIP, JIExpo Kemayoran, Jakpus, Minggu (10/1/2016).
Meski tidak secara gamblang, Pramono terkesan menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Megawati memang ditujukan untuk Rini. Nama Rini sendiri memang sudah berkali-kali diterpa angin bahwa akan didepak dari Kabinet Kerja.
“Bu Mega menyampaikannya secara terbuka dan sudah menjadi konsumsi publik. Tidak perlu penafsiran apa-apa,” tukas Pramono.
“Sudah terbuka, tidak perlu ditafsirkan apa-apa,” tambahnya ketika dikonfirmasi ulang.
Presiden Joko Widodo sendiri sempat memberikan pengarahan kepada kader-kader PDIP dalam Rakernas ini. Dalam pengarahan tertutup itu, Jokowi disebut tidak menyinggung soal isu reshuffle yang sedang santer dibicarakan.
“Dalam pengarahan tertutup sama sekali tidak dibicarakan tentang reshuffle kabinet,” tegas Pramono.
Lantas apakah ada tanggapan dari Jokowi mengenai sindirian Megawati terkait BUMN?
“Beliau tidak menyinggung itu, tapi lebih pada menekankan tadi. Bahwa ini adalah tahun percepatan kerja, perlu bekerja lebih keras dan giat. Dan tidak punya banyak waktu jadi ya kerja,” jawab Pramono yang juga Seskab itu.
Terkait pernyataan Megawati yang cukup keras tersebut, Pramono tidak mengungkapakkan apakah ada maksud tersirat atau tidak. Termasuk apakah yang disindirnya adalah Rini sebagai Menteri BUMN, atau Kementerian BUMN itu sendiri.
“Yang jelas Ibu sudah menyampaikan secara terbuka, tidak perlu lagi ditafsirkan apa-apa,” ujar Pramono.
Sebelumnya, Megawati menyindir keras BUMN yang disebutnya sekarang sudah seperti korporasi. Ia juga menyinggung soal kasus korupsi Pelindo II di mana Pansus Pelindo II yang diketuai anggota DPR dari PDIP Rieke Diah Piataloka sudah memberikan rekomendasi agar Menteri BUMN Rini Soemarno diberhentikan.
“BUMN diperlakukan sebagai korporasi swasta, bisnis semata. Yang mengedepankan pendekatan bussiness to business. Atas hal tersebut, PDIP memberi perhatian khusus guna meluruskan politik ekonomi BUMN melalui perubahan UU tentang BUMN,” beber mega dalam pidato politiknya, Minggu (10/1).
Sementara itu, PDIP menolak bicara soal reshuffle Rini, namun menyinggung rekomendasi Pansus Pelindo II soal Rini.
“PDIP paham fatsun politik. Paham politik ekonomi BUMN yang seolah-olah dengan pendekatan corporate swasta, harus ada koreksi,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di sela-sela Rakernas di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/1/2016).
Lebih lanjut, Hasto menyinggung soal rekomendasi Pansus Pelindo II di DPR ke pemerintah. Salah satu rekomendasi itu adalah untuk mencopot Rini Soemarno dari jabatannya.
“Ketika DPR lewat pansus nyatakan menteri BUMN langgar UU, ini akan jadi perhatian Jokowi. Jokowi selama menjalani komunikasi dengan DPR, ada hubungan menghormati. Ujungnya reshuffle atau tidak, kembali ke Presiden. Bukan keputusan kami,” jelasnya.
“Kami tidak pernah keluarkan pernyataan rekomendasi reshuffle,” lanjut Hasto.
Hasto menegaskan bahwa hal-hal yang disampaikan PDIP ini berdasarkan objektifitas. PDIP bukan hanya ingin menyenangkan hati Presiden Joko Widodo dengan mengucapkan hal yang baik-baik.
“Kita lihat objektivitas, bagaimana kinerja kementerian tersebut, bagaimana Pansus Pelindo. Ini sengaja kita masukkan karena BUMN menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Hasto.
“Tugas PDIP tidak hanya sampaikan hal-hal agar beliau senang, tapi juga konkrit,” tegasnya.
Sebelumnya, Mega memang tak gamblang menyebut agar Presiden menindaklanjuti Pansus Pelindo II. Namun salah satu rekomendasi Pansus Pelindo II yang diketuai anggota DPR dari PDIP Rieke Diah Pitaloka, salah satu rekomendasinya adalah pemberhentian Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Konstitusi mengamanatkan pentingnya peran B-U-M-N adalah Badan Usaha Milik Negara. Milik negara, milik negara. Tapi beda yang terjadi saat ini, BUMN diperlakukan sebagai korporasi swasta, bisnis semata. Yang mengedepankan pendekatan business to business. Atas hal tersebut, PDIP memberi perhatian khusus guna meluruskan politik ekonomi BUMN melalui perubahan Undang-undang tentang BUMN,” papar Mega.
“Demikian halnya, ketika DPR RI memutuskan untuk menggunakan hak dewan, melalui pembentukan Pansus Angket Pelindo II. Pansus ini diyakini menjadi pintu masuk untuk mengembalikan tata kelola BUMN sesuai perintah konstitusi,” tandasnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengamini kritik Megawati itu. Menurutnya Mega benar.
“Ibu Mega yang benar. BUMN adalah instrumen negara untuk menyebarkan kesejahteraan, bukan untuk berbisnis. Oh iya betul, saya termasuk yang mengkritik BUMN yang memiliki konsep ‘B to B’. Salah itu kalau BUMN berpikir business to business,” ungkap Fahri.
Hal tersebut disampaikannya usai menghadiri Rakernas PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakpus, Minggu (10/1/2015). Fahri pun menyebut seharusnya BUMN dijadikan instrumen negara untuk menyebarkan kesejahteraan, bukan dijadikan sarana untuk mencari untung.
“Bukan instrumen negara untuk berbisnis. Salah itu cara berpikirnya. Makanya kritik beliau, kalau negara bisa bisnis ini, bisa bikin ini, bikin itu, so what?” ucap Fahri.
“Itu modalnya dari siapa? yang banyak kerja siapa? untuk siapa? Itu kepentingan negara itu. Bukannya kita bikin ini, bikin itu. Jadi rakyat dapat apa, dan akumulasinya pada kesejahteraan rakyat,” sambung politisi PKS itu.
Sementara itu Mensekneg Pratikno yang juga hadir dalam Rakernas PDIP menyebut bahwa apa yang disampaikan Megawati sesuai dengan UUD 1945. Namun Pratikno enggan menjawab gamblang apakah maksud Megawati adalah untuk menyindir Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Memang pasal 33 UUD kan mengatakan perekonomian disusun usaha secara bersama. Disusun itu kan kata kerja aktif. Bentuk kepedulian negara, bentuk intervensi negara dalam kehidupan masyarakat adalah melalui BUMN,” jelas Pratikno di lokasi yang sama.
“Nggak itu normatif, bahwa BUMN tidak boleh disamakan dengan korporasi swasta. BUMN tidak boleh pertimbangan-pertimbangan aksinya dan orientasinya bisnis. Normatif lah,” tutupnya. (dtc)